Tokoh utama : Anak-anak second generation (James, Albus, Lily, Rose, Hugo, Victoire, Dominique, Louis, Teddy, Molly, Lucy, Fred, dan Roxanne)
===
Teriknya panas matahari membuat mereka menyipitkan matanya. Rasanya, seperti tak ada angin yang lewat untuk menyejukkan tubuh mereka. Ditambah lagi, ocehan mematikan dari Mom-mom mereka yang tak ada hentinya menasehati –lebih tepatnya memarahi- anak-anaknya.
“James, Albus, dan Lily. Sejak kapan kalian berani berbuat nekat seperti itu pada mom?” bentak Ginny yang mulai kehilangan kesabaran. “Apalagi kau, James. Sebagai kakak, seharusnya kau mencontohi adik-adikmu dengan perbuatan yang baik, tidak seperti ini.”
James, Albus, dan Lily tersentak bersamaan. Sepertinya, Mom Ginny benar-benar marah kepada kita, marah besar, pikir James. “Forgive us mom..” kata James sembari menunduk takut. Albus dan Lily juga ikut menunduk.
“Rose, momy pikir kau cerdas. Ternyata momy salah.” Kata Hermione sedikit tak tega. “Kau tahu, apa yang baru saja kau dan saudaramu lakukan itu adalah tindakan berbahaya. Dan, untung saja kami cepat sadar bahwa kalian tak ada dihalaman rumah.” Lanjutnya sembari menatap kecewa ke arah Hugo. Rose dan Hugo menunduk takut.
Seperti Ginny dan Hermione. Fleur, Tonks, Audrey, dan Angelina juga memarahi putra-putrinya dengan ocehan serupa. Bagaimana tidak marah jika kita melihat anak-anak kita pergi tanpa pamit hanya untuk membantu Rose bertemu dengan Scorpius di Malfoy Manor tanpa ijin pada kedua orang tuanya?
Ocehan para ibu-ibu muda tersebut terdengar sampai dalam. Terbukti, Harry, Ron, Bill, Lupin, Percy, George, Molly, dan Jean Granger sampai keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi.
“Ada apa ini?” tanya Ron melihat putra dan putrinya tertunduk diam.
“Mereka pergi ke Malfoy Manor tanpa ijin kami, Ron.” Hermione menjawabnya dengan suara parau.
“Apa?! How dare you? James! Albus! Lily! Beraninya kalian?” Harry membentak putra dan putrinya.
James yang dari tadi tak sabar untuk mengutarakan pendapatnya, “Keluarga Malfoy kan sudah berdamai dengan kita, Dad, Mom.” Membuat Harry semakin emosi.
Ginny mengambil tindakan cepat sebelum Harry semakin menjadi-jadi, “Hold on, Harry.” Ujarnya sambil menghentikan langkah Harry.
“Daddy tak habis pikir dengan tindakan kalian..” ucap Percy pelan. Menatap kecewa Molly Junior dan Lucy.
“Aku serahkan semua ini pada mom kalian. Daddy angkat tangan bila menghadapi masalah in.” kata Bill sembari masuk kedalam kembali di ikuti oleh George, Percy, Ron, dan Harry.
Lupin sepertinya juga angkat tangan. Kemudian ia berbisik pada Tonks “Jangan galak-galak, honey.” ucapnya sambil menatap Teddy. Tonks tersenyum mendengarnya. Lalu Lupin kembali masuk kedalam.
Hermione mengambil nafas dalam-dalam. Kemudian bersiap untuk memberi penjelasan “Anak-anak, kalian pasti tahu kalau keluarga Malfoy sudah lama berdamai dengan kami. Tapi, asal kalian tahu, kami belum percaya sepenuhnya dengan keluarga Malfoy. Kami takut, permintaan perdamaian itu seperti jadi umpan untuk kita agar keluarga Malfoy bisa menceritakan kelemahan-kelemahan kita pada Death Eaters apabila kita mulai larut dalam kebaikannya yang palsu itu.” Ujar Hermione. Ia mengambil nafas lagi. Menoleh pada Ginny, Fleur, Audrey, Tonks dan Angelina. “Kalian semua. Kami hukum!” kata Hermione mantap.
“Tapi, Mom! Biar aku saja yang dihukum. Jangan saudara-saudaraku. Mereka tak salah.” Sanggah Rose dengan suara sedikit bergetar. Ia berusaha sekuat mungkin agar air matanya tak jatuh membasahi pipinya.
“Tidak. Keputusan kami sudah bulat. Tak perduli siapa yang memulai. Kalian semua harus dihukum.” Ucap Fleur tak kalah tegas dengan Hermione,
“Maafkan kami, nak. Kalian harus dihukum agar tak melanggar lagi.” Kata Angelina lirih.
“Grandma.. Bantu kami. Bujuk orang tua kami, grandma..” kata Teddy memohon pada grandma Molly dan Jean Granger agar membantunya.
Molly dan Jean tak kuat menatap mata yang dulu berbinar kini mulai sayup itu. Mereka tak mampu berkata apa-apa lagi. Hanya menggeleng tak tega.
“Cepat kembali ke kamar! Kalian tak boleh keluar rumah ataupun kamar meski hanya satu meter. Kalau sampai hukuman ini kalian langgar, kalian akan mendapatkan hukuman yang lebih besar lagi.” Ucap Ginny.
“Mom! Biarkan aku saja yang dihukum! Jangan saudara-saudaraku..” sergah Rose. Ia kembali menatap mata teduh dari mommynya itu. Hermione mengalihkan pandangannya. Karena ia tahu, menatap mata putrinya itu pasti membuatnya merubah keputusan.
“Kak Rose.. kami tak apa-apa kok.” Kata Lily mendekat ke arah Rose lalu merengkuh pundak Rose.
“Iya kak, ini salah kami juga kok.” Kata Hugo polos.
“Kami yang nakal, padahal kan kak Rose sudah melarang kami untuk pergi. Jadi ini sepenuhnya salah kami.” Sambung Molly. ia juga merangkul pundak Rose diikuti saudara-saudaranya yang lain. Rose tersenyum haru. Ia beruntung memiliki saudara seperti mereka.
“Kalian jahat dengan kami! Aku benci kalian yang langsung memberi keputusan seperti itu.” Kata James ketus. “Ayo adik-adik! Kita ke atas. Kita laksanakan hukuman payah ini.” Ajak James membuyarkan suasana haru tadi.
“Oke kak James! Kita laksanakan hukuman payah ini. Hahaha. Payah payah.. payah payah.” Fred junior meledek ke ibu-ibu muda tadi. Kemudian ia menarik saudara-saudaranya masuk ke kamar agar tak kepanasan lebih lama lagi. Sudaranya mengikuti langkahnya. Tanpa kecuali.
“Payah?” pikir Hermione sarkartis. Ginny, Fleur, Audrey, Tonks, dan Angelina mengangkat bahu bersamaan. Mereka masuk ke dalam the burrow meninggalkan Hermione yang tanpak tak terima dengan ejekan James dan Fred tadi. Detik kemudian ia segera masuk ke dalam sambil tetap berpikir menginggalkan Molly dan Jean Granger yang masih berdiri didepan sana.
*
“Hmmmphhff..”
“Kamu kenapa Ly?” tanya Albus yang sedari tadi melihat tingkah adiknya itu menahan tawanya.
“Tau nih. Kamu kenapa sih, Ly?” tanya Hugo juga sembari membersihkan tempat tidurnya dari baju-baju.
Lily mengumpulkan kekuatan agar bisa berhenti tertawa. “Aku tadi lagi bayangin muka konyolnya kak James sama Fred waktu bilang hukuman payah ke aunty Hermy! Hahahahaha. Konyol banget! Gak nahan. Sampai aunty Hermy kayak gak terima gitu diledekin. Hahahaha..” Lily tetap mengakak tak peduli dengan tatapan sinis dari saudara-saudaranya.
“Buahahahahahahaha..” tawa itu seraya memenuhi ruangan itu. Tawa serempak dari anak-anak SEGER mengikuti Lily. Lily langsung diam. Merasa cengo dengan tawa saudara-saudaranya tadi. Telat banget ketawanya, batin Lily.
“Udah, udah. Sekarang kita ngapain? Biar gak bosen dikamar mulu.” Tanya Rox mengganti topik.
“Masak-masakan aja gimana?” usul Molly. “Aku punya alatnya kok. Siapa mau??” lanjutnya berseru.
Krik krik krik.
“Molly, masa’ masak-masakan? Kita kan cowo masa harus ikut sih? Najong tau.” Cibir Teddy.
“Kamu jadi suaminya Vic, Ted. Kamu gak perlu ikut masak-masakan, biar Vic aja yang buat makanan untuk kamu.” Kata Lucy polos.
Victoire merasakan mukanya memanas. Teddy berusaha membantah perkataan Lucy tadi. Seketika ruangan kecil itu meledak akan tawa lagi. Dasar Vic dan Teddy. Lucu banget sih.
“Enggaak. Apaan sih Lucy! Fitnah ituu.” Bantah Vic. Lucy hanya menyengir tak berdosa.
“Kak Rose?” ucap Hugo. Rose tak menanggapinya. Ia melamun, melihat keluar jendela.
“Ly, coba hibur kak Rose dong. Masa dari tadi kita ketawa, kak Rose Cuma diam aja?” usul Hugo sambil tetap membersihkan pakaian yang masih tersisa diatas tempat tidurnya. Lily mengangguk. Kemudian ia beranjak mendekati Rose yang masih melamun itu.
“Hei.” Kata Lily menepuk pundak Rose. Pelan. Tapi tidak bagi Rose. Ia terpenjat kaget mendapat tepukan itu. “Eh? Lily?” kata Rose kelagapan.
“Kakak kenapa?”
Rose menundukkan kepalanya. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang, yah, cukup sulit untuk dirinya saat ini. Detik kemudian, ia mendongak lagi, menatap keluar jendela. “Do you see that birds?” tunjuknya disalah satu pohon yang dihinggapi dua burung merpati.
“Yep. Why?” tanya Lily yang masih tak mengetahui maksud Rose menunjuk burung itu.
“Aku ingin menjadi burung itu. Flying free without load.” Jawab Rose berandai-andai. “Kenapa Tuhan ciptakan aku berpasangan dengan Scrop kalau pada akhirnya hubunganku dengannya hanya akan membawa masalah.”
“Kak Rose.. bukan gitu. Mungkin Tuhan menakdirkan kakak dengan Scorp untuk alasan lain. Mungkin saja, Tuhan ingin keluarga kami tak bermusuhan lagi seperti dulu dengan keluarga Malfoy.” Ujar Lily seraya menghibur Rose. “Sudahlah kak, jangan dipikirkan. Kita belum dewasa loh, hehe.” Sambungnya.
“Iya kamu bener Ly. Kita kan masih kecil? Ngapain mikirin hal itu ya?” kata Rose seperti orang yang kehabisan akal. Hanya karena sebuah cinta monyet, bisa membuat akalnya tak karuan seperti ini. “Lalu, bagaimana antara kau dan.. Lysander?” tanya Rose.
Lily tersipu. “Aku dan Lysander Cuma berteman kok, gak lebih..” ucapnya malu-malu.
“Rose? Kau menyimpan sebuah buku kuno?” tanya James dari kejauhan. Terpaksa, Rose menghentikan pembicaraannya mengenai Lysander dengan Lily.
“Tidak. Ada apa, James?”
James menatap Rose bingung. Lalu? Ini buku siapa? Tanyanya dalam hati sendiri. “You sure?”
“I’m totally sure, James.” Jawab Rose mantap.
“This is not yours?” tanya James lagi sambil mengangkat buku itu tinggi-tinggi agar bisa dilihat oleh Rose.
“Bukan. Itu bukan punyaku. Sungguh.” Jawab Rose. Ia beranjak dari tempat tidurnya. Mendekati James. Ia mengambil buku itu. Saudaranya mengikuti Rose dari belakang. Mereka juga penasaran dengan buku apa yang ditemukan oleh James.
“SEGER’S ADVENTURE.” Rose membaca judul yang tertera didepan buku itu. Judul yang aneh, batinnya.
“Buka Rose!” celetuk Albus diselingi oleh tatapan tajam dari Molly dan Lucy.
“Albus bener. Buka aja kak Rose!” kata Vic setuju.
Rose bingung. Apakah ia akan membukanya atau tidak. Ia menoleh kearah James. James yang ditatapnya membalas tatapan Rose pasrah. “Baiklah, akan kubuka.” Katanya.
Buku tebal itu dibukanya perlahan. Banyak debu yang berhinggap disana. Membuat Rose dan saudara-saudaranya sesekali bersin apabila debu kecil itu menusuk penciuman mereka.
Entah apa yang terjadi. Seperti sedang ber-apparate ke suatu tempat. Tubuh mereka seolah ditarik oleh buku yang dibuka oleh Rose. Semuanya seperti sihir. Dan mereka yakin, ini pasti sihir. Saat tubuh mereka ditarik semakin dalam, mereka semua menjerit takut. Karena tarikan itu membuat mereka kaget juga kesaktitan. Seperti menaiki sebuah Roller Coaster, tak ada kata yang bisa terucap selain menjerit.
Benar dugaan mereka. Mereka ber-apparate ke suatu tempat yang sangat asing dipenglihatannya. Lebih seram dari hutan terlarang.
“Kita dimana kak Rose?” tanya Hugo yang langsung bediri dari duduknya. Membersihkan tubuhnya dari dedaunan yang kering.
“Entahlah, aku juga tak tahu.” Jawab Rose seadanya. Seperti yang dilakukan Hugo, ia membersihkan tubuhnya dari daun-daun kering.
“Coba kesini deh.” Kata Albus yang sudah berada diatas pohon.
“Kak Al? ngapain disitu? Ada apa sih?” tanya Fred penasaran.
“Iya, ada apa sih? Bikin penasaran aja.” Teddy ikut-ikutan.
“Makanya, kalau penasaran, lihat sini ajaa.” Rajuk Albus. Sesaat, Teddy dan Fred saling bertatapan. Kemudian segera naik ke atas pohon dengan girang, karena tak ada lagi yang bisa melarangnya naik pohon saat ini. Siapa lagi kalau bukan ibunya.
“Teddy. Hati-hati dong. Jangan buru-buru! Awas jatoh. Aduh kau ini. Aaah.” Kata Vic perhatian. Domy menatap kakaknya bingung. Sedangkan Molly, Lucy, Lily, Rose, dan Rox cekikian melihat tingkah Vic. Vic tak peduli, yang ada dipikirannya saat ini hanyalah Teddy. Ia takut Teddy jatuh.
“Tenang, Vic! Aku sudah diatas dengan selamat kok.” Seru Teddy sambil melambai.
“Keatasnya selamat, kalau turun gak selamat gimana dong?” cibir Vic pelan diikuti tawa dari Molly, Lucy, Lily, Rose, Rox, Dominique, dan Louis. Lagi.
“Apa Vicc?? Gak kedengeraaaan.” Teriak Teddy.
“Eh? Bukan apa apaaa.” Jawab Vic dengan teriak juga.
Lily melihat kakaknya, James, bersama dengan Hugo berjalan mendekati sebuah semak-semak. Ia menyenggol pelan bahu Rose. Rose seakan tahu apa yang dimaksud Lily. Mereka berdua mengikuti James dan Hugo dari belakang.
“Kak James! Hugo!” seru Lily sembari menepuk pundak James dan Hugo secara bersamaan.
Hugo dan James mengelus dadanya. Seruan Lily tadi membuat keduanya benar-benar kaget.
“Apa yang kalian lakukan disini?” tanya Rose lirih.
“Kak James mendengar suara sesuatu. Seperti orang yang sedang makan.” Jawab Hugo disertai tatapan kaget Lily dan Rose.
“Hugo bener. Untung tadi yang nepuk pundak kami itu kalian. Bukan pemilik suara aneh itu.” Kata James sedikit lega.
“Udahan yuk kak! Kita pulang aja, nanti mom Ginny marah..” usul Lily. Rose dan Hugo mengangguk setuju, tak seperti James yang tampaknya sedang ingin sekali berpetualang.
“Pulangnya lewat mana?” tanya James mencari alasan untuk memperlambat waktu.
Belum sempat terjawab. Tiba-tiba suara aneh yang terdengar oleh Hugo dan James terdengar semakin mendekat dengan mereka. Hugo dan James mendekat kearah Lily dan Rose. Mereka berempat merapat. Kali ini benar-benar takut.
“Who are you?” seorang pria tua berjanggut putih muncul dihadapan mereka. Rambutnya panjang dibawah bahu, berwana perak, tampak sedikit berantakan. Rambut putih keperakan miliknya itu dibiarkan terurai panjang tak terurus.
“Profesor Dombledore?” terka Rose. “Iya. Aku yakin kau pasti professor Dumby! Tapi, bukannya kau telah meninggal saat tahun ke enam mom dan dad bersekolah di Hogwarts?” tanya Rose tak yakin.
“Iya, aku memang Dombledore. Tapi aku masih hidup. Mommy kamu? Siapa?”
“Hermione Jean Granger dan Ronald Billius Weasley.” Jawab Hugo kali ini dengan suara tenang.
“Hermione? Ron? Apakah kau Rose dan Hugo?” tanya Dombledore ragu. Tapi, Rose dan Hugo segera mengangguk karena jawaban Dombledore memang benar. “Lalu, kau pasti James? Anak Harry. Right?” Dombledore beralih menatap James.
“You’re right, sir.” Ucap James.
“Lalu dia pasti Lily Luna?” Lily menangguk mendengar namanya disebut.
“Darimana anda bisa tahu, Prof?” tanya Rose curiga.
“Aku tahu. Karena kalian sudah ditakdirkan untuk menolong Hogwarts dari serangan Death Eaters dan Voldemort.” Ujar Dombledore.
“Bukankah Voldemort telah mati? Dan bukankah Death Eaters sudah damai dengan semua penyihir?”
“Didunia kalian memang begitu. Tapi dalam buku ‘Seger’s Adventure’ tidak. Semuanya masih kacau. Kalian pasti tahu apa arti daripada Seger’s Adventure kan? Yah. Petualangan second generation. Kalianlah para second generation yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini.” Kata Dombledore.
“Dimana mom and dad? Mengapa mereka tak bertindak?” tanya Hugo semakin penasaran.
“Sorry, I can’t tell you. Kalian harus mencari tau itu sendiri. Tapi berhati-hatilah, tempat ini berbahaya.” Kata Dombledore sambil tersenyum hangat agar bocah yang ia hadapi tak tegang. Semua menangguk.
“Hei! Apakah anda Albus Dombledore?” tanya seseorang dari belakang sambil berlari diikuti oleh anak-anak yang lain.
“Iya. Kau benar, Albus Severus.”
“Waw. Darimana anda bisa tahu namaku?” tanya Albus lagi. Dombledore tak menjawabnya. Beliau hanya tersenyum.
“Waw. Professor Dombledore. Kau begitu nyata. Padahal selama ini, aku hanya bisa melihatmu dari lukisan-lukisan yang terpajang di dinding-dinding Hogwarts.” Ujar Molly Junior kagum.
“Ingat James, Albus, Lily, Rose, Hugo, Victoire, Dominique, Louis, Teddy, Molly, Lucy, Fred, dan Roxanne, kalian harus selamatkan Hogwarts. Hogwars dalam bahaya. Semoga berhasil.” Setelah mengucap kalimat tersebut, Dombledore menghilang. Pasti ber-apparate kesuatu tempat.
Anak-anak second generation sebagian mengangguk dan sebagian bingung setelah sosok Dombledore hilang. Kemudian, James, Lily, Rose, dan Hugo segera menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada saudara-saudaranya yang belum tahu. Mereka cepat tanggap dan segera menyimpulkan, Hogwarts had to be rescued.
-To be Continued-
Cerita pertama saya tentang Harry Potter. Jadi, beginilah jadinya. Rada aneh, tapi komentar dan sarannya sangat dibutuhkan =]