Jumat, 25 Maret 2011

Diary - Part 3 -

Diary part 3


Kegelapan. Kebanyakan orang pada umumnya takut apabila mendapati ruangan yang ditempatinya menjadi gelap tak ada cahaya sedikitpun masuk kedalamnya. Kegelapan seakan bisa membunuh seseorang yang hatinya kecil tetapi besar akan rasa takut.

Aku membuka mataku perlahan untuk menemukan cahaya yang hilang itu. Sedikit, sedikit, dan akhirnya menyatu menjadi sebuah bayangan. Bayangan ini belum terkumpul sempurna sehingga aku melihat seperti ada banyak kunang-kunang mengerubungi pandanganku.

Kemudian bayangan itu pelan pelan menyatu. Aku memandangi isi ruangan ini. Ini seperti ruangan UKS. Iya, ini UKS sekolah. Lalu, kenapa aku bisa berada diruangan ini? Apa yang aku lakukan sehingga aku masuk ke ruangan dimana tempat beristirahatnya siswa SMA Citra Bangsa yang sedang sakit?

Seseorang tidur pulas disampingku. Wajahnya membelakangiku. Apakah dia yang menjagaku disaat aku tidak sadarkan diri. Aku goyangkan pelan tubuhnya.

“hey” kataku

Sepertinya goyangan kecil dariku membawa pengaruh untuk dirinya. Dia mulai bangun meskipun nyawanya belum sepenuhnya mengumpul. Ia mengucek pelan matanya. Kemudian mengambil kacamata yang ia taruh disekitar meja tempat tersusunnya rapi obat-obatan. Lalu, dikenakannya kacamata itu.

“Sivia?” tanyaku meraba.

“iya. Gimana keadaanmu, Shill?”

“lumayan baik. Oh iya, aku kenapa ya Vi?”

“sebaiknya, kamu minum obat dulu deh.” Kata Sivia mengabaikan pertanyaanku. Kemudian ia sodorkan pil obat ke mulutku dan memberiku air untuk membantu melancarkan perjalanan pil tersebut mengelilingi tubuhku.

Ia membantuku duduk diatas kursi. Lalu, Sivia kembali menyibukkan dirinya sendiri diruangan itu untuk mencari sesuatu yang memang tak ada diruangan ini. Sepertinya, ia menghindar dari pertanyaanku tadi.

Tak lama, ia datang membawa selimut tebal. Ia menyelimuti tubuhku yang mungil dengan itu. Saat Sivia hendak pergi lagi, dengan segera aku tahan tangannya. Sivia berusaha keras melawannya, tetapi kekuatan tanganku tak bisa ia taklukkan. Wajah Sivia tiba-tiba menunduk pasrah, disusul ia duduk diatas kasur dan berhadapan langsung denganku.

“aku kenapa, Vi?” tanyaku sekali lagi.

“kamu pingsan ditoilet”

Pingsan? Toilet? Aku ingat! Setelah membaca tulisan aneh itu, tiba tiba aku tak sadarkan diri.

“kamu melihatnya?” tanyaku pada Sivia.

“melihat? Melihat apa?”

“tulisan! Tulisan merah dikaca toilet waktu itu!”

Sivia kembali terdiam. Sebelumnya ia melototkan matanya karena terkaget mendengar perkataanku barusan. Sepertinya benar, ia tahu masalah diary itu.

“aku mohon sama kamu Sivia! Beritahu aku walaupun itu hanya sedikit. Sekali aja Vi. Aku, aku, aku bingung sama jalan hidup aku sekarang, setelah diary itu muncul! Aku mohon..”

“diary?” Tanya Sivia.

“iya, diary! Kamu tahu kan, Vi? Aku mohon!! Sekali. Sekalii aja sama kamu, beritahu aku soal ini. Aku janji, aku gak bakal ganggu kehidupan kamu lagi. Aku mohon, Vi. Aku mohoon..”

Aku tak tahu, tiba-tiba Sivia menguatkan genggamannya pada tanganku. Mukanya datar. Tapi tatapan takutnya tak akan bisa membohongiku. Ia ingin melontarkan sebuah kata, tetapi ia dipaksa bungkam. Entah siapa yang memaksanya.

“kamu orang terpilih, Shill,”

Tidaklah kalian bingung menanggapi kata Sivia yang ini? Ini sama sekali tak membuatku sedikit membantu, justru makin membuatku bingung. Tapi, Sivia mengambil nafas sedalam mungkin, berusaha mencari aura ketenangan untuk menceritakan hal ini padaku.

“kamu yang nemuin diary itu. Kamu yang membacanya, dan kamu yang harus nanggung akibatnya. Kamu terpilih karena diary itu melihat kekuatan jiwamu. Dia hanya berfungsi apabila melihat ada kekuatan hebat disamping sebuah raga yang terkesan lemah. Kisahmu akan dimulai Shill. Maaf, aku hanya bisa Bantu kamu sampai sini..”

Sivia cepat-cepat pergi, tak lupa membawa baki berisi obat-obatan untukku tadi. Ia terburu buru sehingga tak memperhatikan ada seseorang yang langsung masuk kedalam pintu UKS tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Isi daripada baki itu jatuh kelantai bersamaan dengan tabrakan kecil tadi. Seseorang yang menabraknya itu membungkuk, berusaha membantu Sivia menata obat-obatan yang jatuh lagi. Kemudian mereka berdiri bersamaan.

“Maaf..” suatu kata yang terlontar dari mulut kak Alvin.

“Gak apa..” jawab Sivia berusaha tersenyum.

“Makanya, kalau jalan jangan keburu-buru.”

“Dan makanya, kalau mau masuk, ketuk pintu atau ucapin salam dulu..” kata Sivia ketus. Kemudian meninggalkan ruang UKS bersamaan dengan wajah cengo yang keluar dari muka kak Alvin. Aku mengikik pelan.

“diem lu!” cibir kakak.

“hahaha. Makanya, jangan sok kenal dulu sama dia. Gue aja takut kalau ngomong sama dia”

“emang dia siapa sih? Temen sekelas lo?”

“Iya..” jawabku singkat.

“Namanya? Namanya siapa?”

“Yee! Tanya aja ndiri. Peduli amir sama lo”

“pelit lu ah!”

“kenapa?? Naksir yaa?? Acieee..” godaku mampu membuat kak Alvin tersenyum menahan rasa malunya.

“kagak! Cuma sayang aja, cantik cantik galak..”

“husss! Gak boleh ngomong kaya gitu kak. Kalau gak ada dia, gue gak bakalan sembuh..”

“iyadeh. Eh, btw kenapa lu sampe ke ruang UKS sih? Padahal lo kan habis makan! Jangan jangan, lo cari alesan ya buat gak ikut pelajaran?”

“enak aja! Gue pingsan beneran kali. Udah, gak usah dibahas!”

Kamu yang nemuin diary itu. Kamu yang membacanya, dan kamu yang harus nanggung akibatnya. Kamu terpilih karena diary itu melihat kekuatan jiwamu. Dia hanya berfungsi apabila melihat ada kekuatan hebat disamping sebuah raga yang terkesan lemah.

Kata itu keluar dalam pikiranku sesaat setelah kak Alvin menanyakan hal itu. Suasana UKS dengan cepat berganti dengan suasana hening. Suasana hening itu segera memudar saat kak Alvin menyadarkan lamunanku. Ia mengajakku untuk pulang karena memang sudah waktunya untuk siswa/i sekolah untuk pulang.

Aku mengangguk setuju, kemudian menyambar tasku yang sudah dibawakan kak Alvin tadi disamping tempat tidurku. Kami pulang menuju parkiran mobil.

*

Lagi lagi diary itu menggodaku. Menggodaku yang sedang belajar dikamar untuk membuka isinya. Memang rasa penasaranku besar untuk mengetahui isinya, tapi dengan sekuat tenaga aku menolaknya dengan kasar. Jangan! Jangan ganggu hidup gue!

“kamu yang nemuin diary itu. Kamu yang membacanya, dan kamu yang harus nanggung akibatnya. Kamu terpilih karena diary itu melihat kekuatan jiwamu. Dia hanya berfungsi apabila melihat ada kekuatan hebat disamping sebuah raga yang terkesan lemah”

Kata itu menghantuiku. Percuma saja aku menolak untuk tak membacanya, karena berdasarkan petunjuk Sivia tadi kalau sudah membacanya, maka aku tak bisa lepas dari diary itu.

Aku memberanikan diriku untuk membuka laci berisikan diary terkunci. Aku menghela nafas lega melihat diary itu masih ada disana. Aku mengambilnya, kemudian membawanya duduk diatas tempat tidurku. Aku membukanya, kemudian terlarut membacanya.



Senin, 14 juli 2008

Aku memasuki sekolah baruku yang megah. Aku senang melihat dimana aku sekolah sekarang. Aku juga senang bisa menjauh dari teman-teman yang dulu mengejekku. Aku senang karena seseorang kakakku selalu menjagaku sampai saat ini..
Haha, mata tajam itu, sebuah mata yang aku tak pernah temukan sekali pun, aku suka, aku suka mata indah itu. Siapa kamu? Eh?
Dan entah mengapa, tibatiba saja hari ini aku tak sadarkan diri disekolah baruku. Padahal semalam aku baik baik saja. Hari yang aneh, bukan?


Aku tersentak, kututup lalu kubuang langsung diary itu menjauhiku. Hal itu, hal yang aku lakukan seharian ini. Bagaimana bisa seseorang dimasa lalu itu meniru persis kejadianku? Apakah kata Sivia benar? Kisahku akan dimulai lewat diary itu, tapi itu mustahil. Sangat mustahil. Tuhan, Bantu aku..

.

Selesai!! Hehehehe,,
Nih, buat AlviaNH. Sivia sama Alvin sudah saya pertemukan keduanya, tinggal disuruh ngapain ya ntu orang berdua? Yaa mana saya tahu, terserah jalan otak saya yaa.. Hehe
Oh iya, mohon do’anya yaa.. Besok senen sampe sabtu aku mau Ujian Sekolah, janji deeh kalau udah selesai, langsung dipost part 4 nya ^^v *siapajugayangnungguin*

Maaf juga kalau ceritanya makin gak jelas -,-v
Keep comment ya semuanyaa.. Hehehe..

Adios!

Kamis, 17 Maret 2011

Diary - Part 2 -

Diary



“ih, apaan sih ini?!” kata kak Alvin seraya menutup diary itu kasar. Aku tersentak. Kulihat kak Alvin memasukan diary itu ke laci kembali. Kemudian, Ia duduk kembali disampingku, menatapku yang masih menatap serius laci itu.

“hei, udah. Sekarang udah malem, gue gak mau diary itu bikin lo gak konsen ke sekolah besok dek. Sekarang lo tidur! Jangan mikir macem macem. Kalau gitu, gue balik ke kamar dulu ya..” kata kak Alvin. Sebelum pergi, ia membenahi posisi tidurku sebentar. Kemudian dimatikannya lampu yang menerangi kamarku tadi.

Kegelapan ini seakan tak menghalangiku untuk tak melihat laci itu. Aku tertegun melihatnya. Bukan bukan. Bukan lacinya, melainkan sesuatu didalamnya. Terus kupandangi, sampai insomnia singkat itu hilang tergantikan oleh rasa kantuk yang luar biasa.

*

Aku keluar kamar setelah aku yakin tak ada barang yang tertinggal disana. Kuturuni beberapa anak tangga yang menghubungkan lantai atas dan lantai dasar. Aku duduk dimeja makan untuk sarapan bersama keluargaku.

Setelah mengisi perutku pagi ini, aku bersiap untuk pergi ke sekolah baruku bersama kak Alvin. Aku hanya beda beberapa bulan dengannya. Jadi, aku bias sesekolah bahkan satu kelas dengannya.

Entah beberapa kali aku mengatakan perasaan kagumku pada kalian. Baru saja mobil kak Alvin mendarat mulus di parkiran sekolah baru kami “SMA CITRA BANGSA” dan sekolah ini benar benar megah dan luar biasa.

Kak Alvin mencolek lenganku. Menyadarkan aku. Ia menggerakan rahangnya yang kokoh itu kearah luar mobil bermaksud menyuruhku keluar. Aku menuruti kemauannya.

“waw” kataku bebarengan dengan gerakan menutup pintu mobil. Speechless. Tak menyangka bahwa papa mama akan menyekolahkanku di SMA megah ini.

Tiba-tiba rasa kagum itu memudar. Kepalaku sakit. Sempat aku mengerang pelan tak terdengar. Diary. Diary itu dengan cepat menyerang pikiranku. Seperti ada hubungannya diary terkunci itu dengan sekolah ini.

Aura itu seolah seperti angin yang cepat terganti. Aura itu hilang menjadi sebuah aura yang sangat hangat setelah seseorang menggenggam penuh jemari tanganku. Kak Alvin.

“kenapa bengong?”

“. . . . . . .”

“hei?” kak Alvin mengibaskan tangannya kerah mukaku. Akupun sadar dengan segera. Merasakan tangan hangatnya saling berkaitan dengan tanganku.


“maaf kak. Hehe.. Ayok masuk”

“iya gapapa. Yuk..” kata kak Alvin, masih menggenggam tanganku dengan lembut hingga masuk kedalam sekolah itu.

*

“Emm.. Nama saya Ashilla Zahrantiara Sindhunata. Panggil saya Shilla aja. Saya pindahan dari Malang. Salam kenal yaa =))”

Usai sudah kejadian basa basi itu. Sekarang masalahnya dimana aku akan duduk untuk menghadapi pelajaran pertamaku disini.

Aku mencari bangku yang tak terhuni dengan menajamkan penglihatanku. Kebetulan, ada satu bangku yang masih kosong. Disana. Disebelah cewek berkulit putih, berkaca mata yang rambutnya terkuncir rapi itu. Aku melangkahkan kaki menuju kearah bangku disamping gadis itu.

“boleh? Aku duduk?” tanyaku berhati-hati. Gadis itu menatapku dengan tatapan datar. Tanpa ekspresi. Kemudian, ia pindahkan tasnya yang menduduki kursi disampingnya dengan anggun tadi ke kursinya sendiri.

Tanpa basa basi, aku segera duduk disebelahnya. Mungkin gadis ini sedang bad mood sehingga tak memperdulikan percakapan singkat tadi. Tapi, rasanya tak afdhol bukan? Jika kita tak mengetahui nama teman sebangku kita?

“oh iya, nama kamu siapa?”

Mungkin saat ini pertanyaanku benar benar dianggapnya seperti angina yang melewati dirinya seketika. Aku menghembuskan mencibir pelan karena sifatnya padaku yang terlalu tak peduli. Disatu sisi, aku melihat tingkah gadis itu yang sepertinya akan menjawab pertanyaanku barusan.

Tangan gadis itu meraih buku tulisnya yang berada tak jauh disekitar mejanya. Kemudian buku itu digeser kearah mejaku. Telunjuknya mengayun dan menunjuk sebuah gambaran kolom berisikan nama pada buku itu. Seolah ia menyuruhku untuk membacanya. Sivia Azizah.

*

Bel berdering keras sebanyak tiga kali. Menandakan waktu istirahat tlah tiba. Otakku yang sedari tadi terfokus pada pelajaran, kini juga bias beristirahat meskipun hanya sebentar.

“kamu gak ke kantin?” kata itu terlontar dari mulutku seketika melihat Sivia tak bergerak dari duduknya. Tak seperti anak anak lain yang antusias sekali mengisi rasa laparnya, ia tetap memerhatikan buku catatan fisikanya.

Sivia menoleh kearahku. Ia menggeleng cepat. Kemudian terfokus kembali dengan bukunya.

Aku ternganga sejenak. Tak bisakah ia lontarkan satu katapun untuk menghargaiku? Sabar Shill, sabar. Jangan sampai masalah dikampung terulang lagi. Aku membatin sedikit jengkel. Lalu aku segera menuju ke kantin, takut jika waktu istirahat terbuang sia sia.

“hey Shill!” sapa dua orang cowok tiba-tiba ketika aku telah berada diambang pintu kelas. Aku menatap mereka heran. Apakah aku kenal mereka?

“hey juga..” balasku ramah.

“kenalin! Gue Deva. Kalau ini, temen gue, namanya Ozy..”

“hey. Gue Ozy..”

“oh.. Hai Deva! Hai Ozy =)”

“Emm, gini Shill. Lo jangan sakit hati sama tingkah laku Sivia ya! Emang dia dari dulu awal kelas 10 kayak gitu. Kayak orang gak waras.” Kata Ozy bisik bisik.

“Haaah? Gak waras? Maksudnya?” aku menutup mulutku cepat. Latah ini kumat tidak pada tempatnya lagi. Aku tak tahu Sivia mendengar suaraku tadi atau tidak. Dengan cepat, Deva dan Ozy menarikku keluar menjauhi pintu.

“waduh Shill! Bisa diem gak sih? Kalau Sivia sampe tahu nih, kita bakal dibunuh mati-matian sama dia..” kata Ozy jengkel.

“maaf maaf. Aku punya kebiasaan latah. Hehe.” Aku hanya menyengir.

“yaudadeh, pokoknya jangan sampe dia tahu kita ngomong apa! Oke?” kata Deva.

“Okedeeh!!” ujarku meyakinkan. Ozy dan Deva melemparkan senyuman lebar padaku.

Aku melihat dari jauh bahwa kak Alvin melambaikan tangannya kearahku, aku membalas lambaiannya. Kemudian aku meminta ijin pada Ozy dan Deva untuk pergi ke kantin duluan.

Kak Alvin mengacak rambutku yang terurai panjang. Lalu, ia menggenggam tanganku menuju kantin bersama-sama.

Sayang sekali, kak Alvin dan aku tak bisa satu kelas karena jumlah siswa masing-masing kelas hanya mampu menampung satu siswa. Kak Alvin kelas X-B sedangkan aku X-A.

Setelah tiba dikantin, kami memesan makanan dan minuman yang hanya pas untuk kita berdua. Kami menikmatinya sembari menceritakan kejadian kejadian dikelas baru kita.

Tak terasa makanan itu pun habis dalam sekejab. Bersamaan dengan kedatangan dua orang cowok menghampiri kak Alvin. Sepertinya teman barunya. Aku sungguh iri padanya, ia mudah sekali mendapatkan seorang teman, kalau aku? Satupun tak bisa. Aku meneruskan meneguk es jeruk pesananku yang belum habis tadi.

Tak lama, kak Alvin meminta ijin padaku untuk kembali ke kelas duluan. Aku mengangkat kepalaku yang sedari tadi menunduk. Menghargai kepergiannya. Aku mengangguk pelan.

Dia. Dia menatapku. Memandang mataku lekat-lekat. Aku tak tahu maksudnya menatapku seperti itu. Salah tingkah. Tentu, melihat tatapan tajam darinya membuat semua orang salah tingkah.

Tapi, tarikan tangan kak Alvin yang melingkar dileher pemuda itu membuat mata tajamnya itu bergejolak seketika. Mata itu menggambarkan bahwa pemiliknya sedang bingung mengetahui apa yang baru saja ia lakukan. Bibirnya tersenyum kecil, malu, kemudian ia mengikuti langkah kak Alvin yang membawanya pergi. Aku tersenyum geli.

KRRRIIINNGGG KRRINNGGGG KRIINGGGGG

Aku tahu itu bel pertanda bahwa waktu istirahat telah habis. Aku beranjak dari kursi kantin menuju ke ruang kelas.

Langkahku terhenti seketika melewati kamar mandi. Kucium bau telapak tanganku yang ternyata baunya tak sedap sehabis makan tadi. Aku memasuki kamar mandi itu.

Aku mencuci tanganku pada washtaffel hingga benar benar bersih. Kemudian, kulihat pantulan diriku pada cermin yang terpajang disana. Memandangi diriku sendiri dengan seksama. Tak ada yang aneh. Tapi, kenapa pemuda itu begitu lekat memandangiku?

Lama kelamaan cermin itu mengeluarkan sesuatu. Semacam tinta berwarna merah darah seperti tulisan awal diary itu. Semakin banyak, tinta itu membentuk sebuah huruf, berubah menjadi kata, kemudian merangkai sebuah kalimat.


BACALAH DIARY TERKUNCI ITU! BAGAIMANAPUN CARANYA! BACA!!!

Sabtu, 12 Maret 2011

Diary -Part 1-


Diary



Aku terbangun dari tidur pulasku. Menatapi sekitarku. Aku berada disebuah daerah yang asing denganku. Aku tak tahu ini dimana. Sebelum aku beranjak, ku renggangkan otot ototku terlebih dahulu yang sedari tadi kaku.



Aku turun dari mobil. Aku menatap sekitarku, masih meneliti dimana keberadaanku. Hanya sebuah rumah besar, megah, bercatkan warna putih yang tertangkap dimataku. Rumah ini sepertinya sudah lapuk dan tua, tetapi masih terlihat layak untuk dihuni.



“hey! Buruan masuk!” celetuk seseorang dari dalam rumah itu. Ah, itu kakakku. Alvin. Ternyata ini masih didunia nyata. Aku kira aku sudah berada didunia lain yang hanya ada aku seorang disini. Aku menganggukkan kepala ke arah kak Alvin, dan berjalan memasuki rumah itu.


Hari ini, aku baru ingat kalau papa mama mengajakku pindah rumah. Tadi aku ketiduran didalam mobil yang mengangkut kami menuju kediaman baru kami, karena jarak antara keduanya memakan waktu yang sangat lama.



Kedua kalinya, aku dibuat terkejut oleh rumah ini. Bagus. Banyak barang antic terpajang disini. Meski laba-laba telah banyak membuat sarangnya, tetap saja tak bisa menghilangkan betapa antiknya sebuah rumah yang mulai detik ini resmi menjadi milik keluarga kami.



Kupandangi apa yang bisa aku pandang. Aku tak ingin melewati satu benda pun yang tertata rapi terhalang oleh langkah kakiku yang terbiasa cepat untuk berjalan. Langkahku terhenti seketika saat aku berada ditempat terpojok dari lantai dasar ini. Pintu masuk ruangan tersebut sangatlah unik dan aneh, beda dari pintu yang biasanya. Aku tertarik untuk memasuki ruangan ini, barangkali dalamnya lebih unik lagi?



Meleset. Tak ada apa apa diruangan ini. Kosong. Tapi.. lemari kecil yang berada dipojok ruangan ini menggodaku. Lemari itu seakan menarik tubuhku agar mendekatinya. Karena rasa penasaran memenuhi pikiranku dan kekuatan kakiku yang membuatku menurut untuk mendekat, aku terpaksa menuruti keinginannya.


Sebelum langkah kedua diciptakan oleh kakiku, aku berbalik badan. Kulihat kembali pintu unik itu. Membuatku sadar. Mengapa aku berada didalam ruangan ini? Saat ku balikan badan lagi menatap lemari itu, rasa penasaranku semakin membesar. Seolah kutup utara bumi menarik kutub selatan pada kompas yang menghasilkan sudut deklinasi dan inklinasi. Aku menghembuskan nafas yang lumayan panjang. Akhirnya, kuputuskan untuk melihat apa yang ada didalam sana. Mengabaikan rasa takut yang tiba-tiba menyerangku tak jelas saat ini.


Aku hembuskan nafas lega saat benda yang membuatku merasakan rasa penasaran yang besar ini tepat berada disampingku sekarang. Aku membukanya perlahan tapi pasti. Aku menemukan sesuatu didalamnya. Aneh. Benda ini hanya ada satu. Satu. Cuma satu. Apakah benda ini sengaja diletakkan sendiri diruangan sebesar ini, sendiri dilemari ini, bertahun tahun pula, tanpa seorang teman disisinya, apa maksud sang empunya benda ini?


Aku mengambilnya perlahan. Membersihkannya dari debu yang bersarang. Mencoba mencermati apa bentuk benda ini yang sesungguhnya.


Ini diary. Diary seseorang yang entah sengaja atau ada maksudnya diletakkan disini. Masih ingin lebih banyak tahu apa dan bagaimana isi diary sederhana berwarna hitam polos ini, aku berusaha untuk membukanya.


Sial. Buku ini terkunci. Sebuah gembok kecil menggantung cantik disamping kanan diary ini. Untuk membukanya, aku mencari kunci disekitar asal tempat diary ini ku temukan. Hasilnya, nihil. Tak ada kuncinya disekitar sini.


Kriyeeeeeeek..


Suara pintu berdecit menghentikan pencarianku dan membuatku terkaget secara bersamaan. Ku lirik dari sini. Kak Alvin akan menghampiriku. Aku bingung seketika, bagaimana aku menyembunyikan hasil temuanku secara dadakan ini tadi. Pasrah. Aku hanya menyembunyikannya dibalik punggung.

“apa itu?” Tanyanya

“emmm.. bukan apa apa”

“Oh. Makan yuk? Udah ditungguin papa sama mama. Gue tinggal ya?” huft. Untung kak Alvin gak sampai Tanya aneh aneh masalah diary ini.

“eh iya. Aku nyusul deh..” jawabku

“oke. Oh iya, barang barang lo udah ditaruh dikamar baru lo dilantai dua. Tapi lo tata sendiri ya. Buruan ke ruang makan! Keburu lauknya abis gue makan lho.. Hehe” kata kak Alvin sembari menepuk puncak kepalaku dengan lembut dan segera meninggalkanku diruangan aneh ini sendirian lagi.


Tanpa basa basi, aku segera menuju ruang makan. Tak lupa ku bawa diary aneh itu.




“Ma? Pa? apa gak aneh? Papa beli rumah sebesar ini dengan harga murah? Jangan jangan rumah ini ada apa apanya lagi! Hii..” kata kak Alvin bergidik.

“huss. Gak boleh gitu, Vin. Aneh aneh aja deh kamu tuh.” Tukas mama.

“habisnya ma, aneh banget. Terus banyak barang antik gak jelas yang penuhin isi rumah ini. Bikin tambah serem aja!”

Alvin!! Udah, stop! Kita ini lagi makan. Nanti ngomongnya!” tegas papa. Kak Alvin menurut dan mencibir tak ketara.




“Huft.. Gue heran deh sama mama papa..” kata kak Alvin sembari menghempaskan tubuhnya ke sofa yang ku duduki.

“emang kenapa?” tanyaku polos

“masa mereka mau aja beli rumah seaneh ini? Jadi gak betah tau gak.”

“sebenernya..”

“Sebenernya? Sebenernya kenapa dek?”

“eh? Enggak, gak apa. Hehe”

“bohong!”

“emang!” segera kututup mulutku. Huh, latahku kumat tidak pada tempatnya.

“tuh kan! Sebenernya kenapa sih? Jangan bikin orang penasaran napa! Ayo buruan cerita!” kak Alvin memohon dengan sangat.

“Okelah. Sebenernya-aku-nemu-barang-aneh” jawabku hati hati.

“barang aneh? Apa itu?”

“ikut aku deh kak..”


Kutarik lengan kak Alvin menuju kamarku. Aku akan menunjukkan benda paling aneh dan paling membuatku penasaran yang kutemukan dirumah ini. Diary terkunci itu.

“he’? apaan ini? Kayak diary gini sih?” Tanya kak Alvin bingung.

“yee! Emang itu diary kak!” cibirku kesal.

“Oh. Bener diary? Hehe.. buka yok”

“ini terkunci kak. Dan aku gak punya kuncinya.”

“emang kamu nemu dimana sih?”

“diruangan kosong tadi..”

“yaudah. Kita buka paksa aja gimana?” kata kak Alvin menimbang nimbang

“emang boleh?” aku meragu

“Ya boleh lah adekku sayang. Dibuka paksa aja ya?” katanya sekali lagi. Aku mengangguk setuju.


PRANGGGGG..


Diary itu terbuka. Didalamnya tampak seperti diary pada umumnya. Anehnya, diary ini ditulis dengan sebuah tinta merah seperti darah. Tidak tidak. Aku tidak berniat menakuti kalian. Ini hanya spidol. Kemudian, Aku tertarik untuk membaca tulisan itu.

“Ini..
Diary seseorang yang merasa terasingkan hidupnya
Diary seseorang yang merasa terus disakiti hatinya
Diary seseorang yang merasa kehilangan harapannya
Tapi,
Diary ini berubah menjadi diary yang penuh dengan kebahagiaan.
Karena dia adalah cahaya yang membuat kegelapanku menyingkir
Aku sayang dia
Aku cinta dia
Selamanya..”



Selesai. Maaf ya, aku gak maksud nakutin kalian. Kalau kalian gak suka komen aja gak suka. Saya nanti gak bakalan ngelanjutinnya kalau kalian ga suka. Hehe..
Ini aku masih bingung siapa yang meranin tokoh aku disini. Minta saran kalian dong ICL (=
Keep comment ^_^


Jumat, 11 Maret 2011

Lirik Sahabat Alam (OST Musikal Laskar Pelangi)


Sahabat Alam (OST. Musikal Laskar Pelangi)



Seperti biasaaa, bacot bentaran ya? ^^
Ini lagu gak tahu kenapa ya, bikin gue loncat loncat pengen banget nonton MLP!!! Kereeen banget, liriknya itu pengetahuan getoo, hadeh, anak MLP kan emang sebenernya pada pinter! Rata rata peringkat 3 besar di sekolahnya lho..

Ini lirik gue catet sendiri, gak nyontek siapa siapa lho, kan nyontek itu dosa :P *padahal suka nyontek* jadi, kalau gak sama sama yang sebenernya mohon maaf sebesar besarnya v-,-v  udahlah, langsung saja dibacaaaa (=


*Hujan, pelangi, matahari, lautan, gunung, tebing
Rumput savanna dibukit-bukit, bunga bunga warna warni
Semua ada disini untuk kita jaga dan sayangi
Semua menanti semua yang ada untuk kita pelajari

Savanna.. padang rumput hijau
Dengan semak terpencar diantara rerumputan
Karena keadaan ternaknya dan kebakaran yang terjadi
Muncul padang rumput indah terhampar luasnya
Sedikit pepohonan
Itulah savanna..

Kremunting.
Apa yang bisa kita dapatkan dengan makan buah seperti kremunting?
Seratnya bu!
Vitamin C!
Bikin lancar kebelakang bu! Haha
Pintar semua..

Back to *

Hujan terjadi karena
Air laut menguap terkena sinar mentari
Terbentuklah titik air pada awan
Smakin lama smakin menebal
Dan akhirnya awan tak sanggup lagi menopang
Titik titik air itu
Turunlah hujan..

-
Hey Mahar! Sedang apa kau nak?
Aku sedang berbicara pada alam
Dengar! Dengar! Alam sedang marah ibunda
Karena tanahnya terus digali!
Ia menangis.

Hey Mahar!
Kau ini selalu saja merasa seperti seniman,
Tetapi sesungguhnya, kau mirip dukun! Haha

Hmmm.. aku suka sekali bau hujan
Mengapa bau hujan bisa wangi ya?
-

Sumber bau harum dari minyak aksiri
Diproduksi tumbuhan kemudian diserap
Oleh bebatuan dan tanah lalu dilepas keudara
Pada saat hujan turun.. Oooh..

Back to *

Pelangi adalah cahaya
Yang muncul dilangit saat mentari bersinar
Keatas titik air hujan yang jatuh
Hingga muncul 7 sinar
Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu
Mejikuhibiniu
Itulah pelangi..

Kita mereka apa bedanya sama sama manusia
Mungkin mereka memang miliki beberapa kelebihan
Jangan berkecil hati kita juga punya kelebihan
Halaman bermain, lapangan yang luas, bukit kita berlari..


Hujan, pelangi, matahari, lautan, gunung, tebing
Rumput savanna dibukit-bukit, bunga bunga warna warni
Semua ada disini untuk kita jaga dan sayangi
Semua menanti semua berharap jadi sahabat kita
Jadi sahabat kita!


Well done!
Keren banget XD


Lirik Jari Jari Cantik (OST. Musikal Laskar Pelangi)

Jari Jari Cantik (OST. Musikal Laskar Pelangi)


Sebelum gue tulisin liriknya, gue mau bacot bentaran gapapa kan? Hehe.. mari dengarkan bacotan saya dulu 

Lagu ini adalah OST Musikal Laskar Pelangi, yang diselenggarakan diJakarta, tepatnya bulan Desember tahun lalu di Taman Ismail Marzuki. Kabarnya, Juli nanti MLP (sebutannya) bakal diadakan lagi. Jadi, kalau ada yang rumahnya Jakarta, nyesel banget gak lihat ini :3

Lagu ini dinyanyikan oleh bocah berusia 13 tahun bernama Christoffer Nelwan. Dalam MLP, Chris (nama panggilan akrabnya) menjadi seorang Ikal. Lagu ini dinyanyikan untuk Aling, orang yang Ikal suka =)

Selesai bacotnya!
Mari kita baca langsung liriknyaaa..


Apakah ini gerangan
Yang sedang kurasakan
Dunia seperti berputar
Badanku bergetar
Seperti ada kupu-kupu
Menari dalam perutku..


Siapakah engkau gerangan
Putri dari kayangan
Jemarimu begitu cantik
Hatiku tergelitik
Seperti ada kupu-kupu
Menari dalam dadaku..

Reff :
Aku mendengar suara berdenting
Aling aling oh aling
Mengalun bergantian merdu
Aling aling oh aling
Melagukan indah,
Namamu..


Sudikah kau genggam tangan
Putri dari kayangan
Jemarimu begitu indah
Membuat hati gundah
Seperti ingin menggubah seribu
Lagu untukmu..

Back to reff

Dalam tidur kan ku panggil
Namamu..


Oke, cukup sekian dan terimakasih.
Jangan lupa download lagunya ya (=